Rabu, 24 Oktober 2012

teknik kamera fotografi 2(diafragma-kecepatan dan film)

TEKNIK KAMERA FOTOGRAFI 2 (DIAFRAGMA- KECEPATAN  DAN FILM)

 Sebuah karya fotografi dapat disetarakan dengan makna suatu usaha penciptaan sebuah gambar dengan unsur cahaya melalui alat perekam kamera baik yang bersifat mekanis untuk kamera manual ataupun bersifat elektronis untuk kamera digital. Dalam dunia fotografi, sebuah gambar foto yang dihasilkan dari jepretan kamera dapat dikatakan berkualitas, jika cahaya yang masuk dalam lensa kamera guna pembakaran sebuah film yang mencerminkan hasil bidikan obyek tersebut, telah memenuhi ketepatan takaran atau ukuran. Pengertian ini menegaskan, betapa pentingnya pencahayaan dalam dunia fotografi, sehingga perlu adanya pemahaman yang matang mengenai aturan atau tata cara dalam menentukan pencahayaan yang tepat guna menghasilkan sebuah karya fotografi dengan kualitas tinggi. Komponen pencahayan itu sendiri bisa diwakili dengan menggunakan cahaya alam seperti matahari untuk pemoteretan obyek diluar gedung atau outdoor dalam waktu pagi hingga sore hari. Suatu contoh untuk kategori ini adalah foto jurnalistik dari jepretan wartawan yang mevisualisasikan suasana demontrasi di Gedung DPR RI Jakarta. Komponen cahaya alam lainnya seperti cahaya bulan dan api guna pemotretan karakter khusus di malam hari. Contoh dari kategori yang ini adalah suasana bulan purnama di sebuah pantai sedangkan contoh sumber dari cahaya api adalah foto peristiwa kebakaran atau peristiwa gunung meletus. Sedang unsur cahaya buatan adalah cahaya elektrik dari sinar lampu. Contoh dari kategori ini adalah foto interior rumah dimana sumber cahaya yang dupakai adalah bersumber pada penerangan cahaya lampu.
Proses terjadinya pencahayaan guna pembakaran sebuah film atau dikenal denan istilah “Exposure” itu, ditentukan dengan 3 komponen diantaranya besarnya diafragma atau diwakili dengan huruf (f), besarnya kecepatan atau diwakili dengan huruf (s) dan kepekaan film atau diwakili ASA untuk medium film seloloid untuk kamera manual dan ISO  untuk medium CCD untuk kamera digital. Diafragma (f) menerangkan berapa banyak cahaya yang masuk ke dalam lensa untuk pembakaran sebuah film. Kecepatan atau Speed (s) menjelaskan cepat lambatnya tirai penutup film tersebut menyalurkan cahaya yang masuk guna pembakaran film. Sementara ASA/ISO menerangkan besar kecilnya kepekaan film memerlukan pencahayaan. Ketiga komponen tersebut disebut dengan istilan “Exposure Triangle” yang mempunyai makna tiga komponen dalam proses pembakaran sebuah film. Dalam implementasinya ketiga komponen tersebut mempunyai aturan atau tata cara dalam penggunaannya, sehingga diperlukan pemahaman khusus secara teoritis tentang bagaimana menyatukan ketiga komponen tersebut dalam menentukan pencahayaan secara tepat, sehingga hasil foto yang dibidik terlihat jelas dan tajam gambarnya. Apabila ketiga komponen tersebut tidak dilakukan secara cermat atau katakanlah asal-asalan saja dalam menentukan sistem pencahayaan, maka hasil foto yang didapat besar kemungkian gambarnya hancur bisa terliah terang sekali atau sebaliknya gelap sekali. Berdasarkan penjelasan diatas, maka kunci keberhasilan dalam menciptakan sebuah karya fotografi yang berkualitas sangat ditentukan dengan ketepatan memadukan antara diafragma (f), kecepatan (s) dan kepekaan film (asa/iso) pada waktu terjadinya Exposure.




















* Pencahayaan adalah proses pembakaran sebuah film di dalam kamera. Dalam proses pencahayaan perlu adanya kecermatan dalam meramu ketiga komponen seperti diafragma, kecepatan dan asa/iso secara epat sehingga hasil gambarnya mencerminkan sebuah karya fotografi yang berkualitas. Unsur cahaya bisa dari cahaya alam seperti matahri, bulan dan api yang diwujudkan dalam cotoh foto demonstrasi di DPR siang hari, foto malam bulan purnama, foto kebakaran dan meletusnya gunung merapi. sedangkan cahaya buatan atau elektrik adalah dari sinar lampu seperti foto interior rumah *

Untuk mengetahui secara mendalam tentang ketiga komponen dalam pengaturan pencahayaan pada fotografi seperti diafragma, kecepatan dan asa/iso film, maka berikut ini akan diulas secara lengkap seperti berikut ini :

1. Diafragma
Diafragma dalam teknik fotografi merupakan salah satu dari 3 komponen terjadinya proses Exposure. Diafragma merupakan penakar ukuran pencahayaan yang diperlukan guna proses pembakaran film di dalam kamera. Dalam mengoperasionalkan kamera berbasis SLR baik yang berorientasi pada sistim manual ataupun elektonis, harus mengeti atau memahami tatacara penggunaannya. Jika tidak dipahami secara cermat,maka hasil bidikan kamera kepada obyek sasaran dipastikan hasilnya tidak mencerminkan kualitas yang diharapkan sebagaimana mestinya. Berikut ini akan diulas tentang apa itu diafrgama dalam dunia fotografi seperti pada uraan berikut ini :

a. Pengertiannya
Diafragma dapat diartikan besar kecilnya lubang penakar ukuran pencahayaan yang masuk dalam kamera melalui lensa guna pembakaran sebuah film untuk kamera manual dan ccd untuk kamera digital. Secara visual bentuk dari diafragma adalah lubang bulat, lubang ini terbentuk oleh susunan beberapa plat tipis yang saling mengikat antara satu dengan lainnya membentuk sebuah lingkaran, dimana posisinya berada didalam sebuah lensa kamera. Susunan plat yang membentuk lubang ini tidaklah tersusun mati atau statis, namun susunan ini bisa berubah posisinya secara elastis hingga bisa bergeser searah membentuk besar dan kecilnya lubang yang dihasilkan berdasarkan dengan ukuran standard kameranya.

b. Ukurannya
Diafragma yang terpasang posisinya pada lensa kamera itu, dilengkapi dengan angka-angka sebagai pencerminan dari besar kecilnya lubang diafragma tersebut. Sejak Kamera Single Lens Reflex dipopulerkan di masyarakat luas, ukuran angka-angka diafragma pada lensa telah distandarisasikan sebagai kamera industri berlaku untuk semua jenis merek kamera, sehingga merek-merek yang mengeluarkan kamera tersebut, angka-angka diafragma yang diproduksi mengacu pada standarisasi kamera yang telah dicanangkan. Perbedaan angka diafragma pada setiap merek kamera hanya terdapat pada angka yang mencerminkan bukaaan diafragma terbesar dan terkecilnya saja. Suatu contoh Kamera SLR Nikon memproduksi  kamera SLR dengan lensa standardnya berukuran paling besar lubang bukaannya pada angka 1.2 sedangkan bukaan diafrgama terkecil pada angka 22. Kamera merek lain misalnya Pentax telah memproduksi kamera SLR dengan lensa standardnya berukuran bukaan diafragma paling besar 1.8 sedangkan bukaan diafragma terkeilnya mencapai angka 22. Berikut ini adalah urutan angka diafragma pada kamera SLR dengan lensa standard seperti pada uraian berikut ini :
(f) : 1.2, (f) : 2, (f) : 2.8, (f) : 4, (f) : 5.6, (f) : 8, (f) : 11, (f) : 16, (f) : 22, (f) : 32 ?
Keterangan :
Pada setiap angka semakin kecil mencrminkan bukaan lubang diafragmanya besar dan sebaliknya, pada setiap angka semakin besar mencerminkan bukaan lubang diafrgamanya kecil.

c. Fungsinya
Diafragma pada pada kamera fotografi berfunsi untuk mengatur kebutuhan pencahayaan yang diperlukan guna proses terjadinya pembakaran film di dalam kamera. Pengaturan pencahayaan ini dipengaruhi juga dengan kecepatan tirai penutup film serta kepekaan dari film itu sendiri untuk yang manual sedangkan yang kamera digital dipengaruhi dari setting CCDnya. Selain itu juga dipengaruhi faktor eksternal diantaranya kondisi lingkungan dimana obyek dilakukan pemotretan.

d. Pengaturannya
Seperti telah dijelaskan sebelumnya,bahwa pengaturan pencahayaan dipengaruhi dari 3 komponen diantaranya diafragma, kecepatan dan asa/iso film. Dalam implementasinya untuk mengatur kebutuhan pencahayaan pada suatu pemotretan obyek, tentu dipakai sebagai standard penghitungan yang diterangkan sebagai dalam keadaan normal. Pada kebutuhan tertentu keadaan kenormalan itu bisa saja diabaikan namun harus memenuhi rumus-rumus yang telah ditentukan, artinya jika kita melewati batas kenormalan keadaan, harus melakukan penghitungan penyeimbang keadaan sehingga setingan perubahan yang dilakukan setara dengan setingan kenormalan. Setingan kenormalan ditentukan oleh posisi benda diam dengan menggunakan kecepatan 1/60 detik. Semantara kepekaan film yang digunakan memakai asa 200. Dari penentuan ini maka penggunaan angka diafragma yang diperlukan mengikuti suasana cahaya yang berada disekeliling obyek bidikan. Berikut ini adalah penentuan besarnya diafragma yang diperlukan berdasarkan situasi keadaan cahaya disekeliling obyek.

KECEPATAN
(S)
DIAFRAGMA
(F)
SITUASI LINGKUNGAN
ASA/ISO
1/60 detik
16 – 22
Keadaan cuaca sangat terik matahari berada pada posisi jam 12.00 hingga 13.00 sehingga cuaca sangat terang sekali
200
1/60 detik
11
Keadaan cuaca terang namun matahari berawan berada pada posisi jam 11.00 atau jam 14.30
200
1/60 detik
8
Keadaan cuaca cukup terang namun matahari diliputi awan berada pada posisi jam 08.30 – 10.00 atau 15.00 atau berlaku pada situasi sedikit mendung
200
1/60 detik
5.6
Keadaan cuaca cukup terang namun matahari diliputi awan berada pada posisi jam 15.30 atau berlaku pada situasi sedikit mendung
200
1/60 detik
4
Keadaan cuaca cukup terang namun matahari diliputi awan berada pada posisi jam 16.30
atau berlaku pada situasi sedikit mendung
200
1/60
2.8 -1.8
Keadaan cuaca cukup terang namun matahari diliputi awan berada pada posisi jam 17.00 atau berlaku pada situasi mendung
200

Keterangan tersebut diatas menjelaskan bahwa posisi obyek yang dibidik berada di sebuah tempat yang lapang  atau keadaan obyek tertimpah langsung oleh sumber cahaya matahari. Hal ini tidak berlaku ketika obyek berada di bawah pohon atau teras rumah walaupu menunjukkan keadaan yang sama.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan, jika obyek dalam situasi mendapat cahaya yang banyak menyebabkan obyek dalam keadaan terang sehingga sedikit sekali pencahayaan yang diperlukan oleh sebab itu bukaan diafragma harus diperkecil lubangnya, keadaan ini cahaya yang akan masuk ke dalam lensa cukup kuat. Hal ini tentu akan berbeda jika obyek dalam keadaan cahaya kurang atau obyek dalam situasi cahaya redup, sehingga perlu banyak cahaya yang diperlukan masuk ke dalam lensa, oleh sebab itu bukaan diafragma harus diposisikan dalam keadaan besar.
Tentu saja keadaan ini bisa pengalami  perubahan, namun dalam taraf yang wajar. Perbedaan dimungkinkan hanya sebatas turun atau naik satu langkah. Untuk menjamin sempurnahnya pencahayaan tersebut dapat dibantu dengan alat light meter sebagai alat penunjukka ketepatan pencahayaan yang ada di dalam kamera diposisi sebelah kanan dari jendela bidik. Light meter ada yang diwakili oleh penunjuk jarum dan ada juga yang diwakili dengan tanda lampu menyala. Penentuan ketepatan pencahayaan memenuhi syarat ketika jarum light meter menunjukkan diposisi tengah. Jika jarum berada di posisi bawah, berarti kurang cahaya atau Under Exposure mengankibatkan hasil foto menjadi gelap dan apabila jarum menunjukkan posisi diatas, berarti kelebihan cahaya atau Over Exposure mengakibatkan hasil foto terlalu erang dan putih. Untuk kategori lampu, jika lampunya menyala diposisi tengah berwarnah hijau, maka hasilnya tepat. Keadaan akan berakibat Under Exposure jika lanpu menyala diposisi bawah dengan warna bisa orange dan merah. Demikian juga dengan sebaliknya, jika lampu penyala diposisi atas berwarna orange atau merah,maka menunjukkan Over Exposure.


























* Diafragma merupakan alat pengukur takaran pencahayaan pada proses pembakaran sebuah film di dalam kamera. bentuk diafragma secara visual berwujud lubang yang posisi letaknya berada di dalam lensa kamera. Ukuran diafragma erdiri dari beberapa angka dan angka terkecil menunjukkan besarnya bukaan lubang diafragma besar dan sebaliknya jika angkanya besar, bukaan diafragma enadi kecil. Suatu alat yang bernama light meter berfungsi sebagai pegangan untuk mengetahui ketepatan ukuran pencahayan dalam proses terjadinya exposure *

2. Kecepatan Rana
Seperti telahdijelaskan sebelumnya bahawa ada tiga komponen terjadinya proses embakaran sebuah film di dalam kamera yang sering disebut dengan istilah “Exposure Triangle” yang mempunyai makna tiga komponen dalam proses pembakaran sebuah film. Dalam implementasinya ketiga komponen tersebut mempunyai aturan atau tata cara dalam penggunaannya, sehingga diperlukan pemahaman khusus secara teoritis tentang bagaimana menyatukan ketiga komponen tersebut dalam menentukan pencahayaan secara tepat, sehingga hasil foto yang dibidik terlihat jelas dan tajam gambarnya. Salah satunya adalah keceparan rana, dimana kecepatan rana ini selain berfungsi sebagai pelindung film terhadap masuknya cahaya dalam kamera,juga berfungsi utuk mengatur besarnya cahaya melalui kecepatan membuka dan menutup tirai pelindung film tersebut.
Untuk mengetahui secara detil tentang kecepatan rana, berikt ini akan diuraikan seputar masalah kecepatan rana dalam menggunakan atau pengoperasian kamera 35 mm atau disebut juga dengan kamera SLR :

a. Pengertiannya
Kecepatan Rana atau disebut juga dengan istilah Shutter Speed dapat diartikan cepat lambatnya tirai membuka dan menutup kembali terhadap cahaya yang masuk melalui lensa yang terhubung dengan lubang diafragma guna pembakaran sebuah film atau disebut juga dengan istlah “exposure”. Kecepatan Rana secara visual berbentuk tirai terbuat dari bahan yang lembut berwarna hitam sebagai pelindung film terhadap masuknya cahaya di dalam kamera. Tirai ini dalam proses kerjanya selalu membuka dan menutup kembali dengan aturan kecepatan waktu tertentu berdasarkan setingan yang telah direncanakan. Pada waktu ketika tirai membuka dalam kecepatan tertentu itulah cahaya akan masuk dan membakar film yang ada di dalam kamera tersebut. Banyak dan tidaknya cahaya yang masuk, akan ditentukan oleh besarnya setingan angka kecepatan dalam hitungan seper sekian detik.

b. Ukurannya
Ukuran atau besarnya cahaya yang masuk dalam kecepatan rana, ditentukan dalam satuan waktu tertentu berdasarkan deretan angka-angka yang telah terpasang dalam kamera. Angka-angka dalam kecepatan rana ini telah menjadi standarisasi industri ktermasuk kamera 35 mm atau dikenal dengan kamera 135 SLR. Angka kecepatan rana menunjukkan besarnya cahaya yang masuk dalam ukuran waktu tertentu guna pembakaran sebuah film. Ukuran angka kecepatan rana dalam kamera SLR secara umum angkanya sama dari beberapa merek kamera yang telah dipasarkan di seluruh dunia, hal tersebut dikarenakan sudah menjadi standarisasi pada industri produksi kamera fotografi. Kalau terjadi perbedaan angka hanya sebatas angka tertinggi saja. Misalnya kamera merek Nikon memproduksi kecepatan tertinggi hingga 4000 sedangkan Canon memproduksi dengan kecepatan 8000. Secara lengkap ukuran kecepatan rana dapat diuraikan sebagai berikut :
(s) : B, 1, 2, 4, 8, 15, 30, 60, 125, 250, 500, 750, 1000, 2000, 4000, 8000.
Anka-angka yang tertera tersebut diatas mennunjukkan waktu dalam seper sekian detik. Misalnya jika memotretan tersebut menggunakan angka kecepatan 250, maka implementasi tirai membuka dan menutup kembali 1/250 detik demikian juga pengunaan angka-angka lainnya.
Khusus huruf “B” mempunyai pengertian (Bulb) yaitu tirai kecepatan rana akan terbuka terus selama menekan tobol rana sesuai dengan kebutuhan waktu yang diperlukan dalam hitungan detik (bukan lagi seper sekian detik). Tanda (B) digunakan dalam fotografi untuk mendapatkan suatu foto dengan menonjolkan hasil efek khusus. Penerapan ini juga memungkinkan jika cahaya yang ada terlalu lemah hingga memerlukan cahaya yang banyak masuk ke dalam kamera.

c. Fungsinya
Kecepatan Rana atau Shutter Speed berfungsi untuk mengatur besarnya cahaya yang masukmelalu lensa kamera guna pembakaran sebuah film atau terjadinya proses Exposure. Selain funsi tersebut, keceparan rana juga berfungsi melindungi film yang ada di dalam kamera tersebut. Ketika kamera akan diganti lensanya, maka posisi kamera akan terbuka. Jika film yang ada di dalam kamera tersebut didak ditutpi dengan sebuah tirai penutup yaitu tirai kecepatan rana tersebut,maka secara otomatis film akan kemasukan cahaya hingga menyebabkan terjadinya pembakaran yang belum tentu ada obyeknya.

d. Pengaturannya
Deretan angka kecepatan rana pada kamera SLR yang berfariatif itu, masing-masing mempunyai fungsi tersendiri terhadap keadaan obyek yang menjadi bidikannya. Suatu contoh ketika kita memotret sebuah obyek dalam keadan diam atau tidak bergerak, tentu berbeda dengan obyek yang mengalami pergerakan, apalagi pergerakan obyek tersebut sangat cepat. Hal ini akan berdampak pada pemakaian kecepatan rana yang digunakan. Kalau hal ini tidak diperhatikan dengan cermat oleh si pemotret, bisa dipastikan hasil foto akan menjadi berantakan. Untukmenghasilkan sebuah karya fotografi dengan kualitas tinggi, maka perlu adanya pedoman pengaturan angka-angka kecepatan rana, agar obyek yang terdiri dari berbagai macam karakter keadaan dilapangan itu dapat dibidikdengan kualitas sebagaimana mestinya. Secarag global kecepatan rana 60 atau  (1/60 detik) merupakan pegangan standard untuk keadaan obyek diam atau disebut juga dengan istilah “keadaan normal”, dimana nantinya akan penjadi pegangan dasar untuk penghitungan penyesuaian pencahayaan pada kasus obyek yang mengalami perbedaan karakter pergerakan. Pemakian kecepatan rana 30 atau (1/30 detik) dan angka dibawahnya dipakai dalam pemotretan cahaya kurang/rendah atau digunakan untuk teknik-teknik tertentu agar menghasilkan karakter foto secara khusus dengan memanfaatkan efek yang ditimbulkan. Semantara kecepatan rana 125 atau (1/125 detik) dan angka di atasnya dipakai dalam pemotretan obyek bergerak baik dalam keadaan sedang maupun tinggi. Berikut ini adalah pedoman pemakaian angka kecepatan rana :

KECEPATAN
(S)
KEADAAN OBYEK
B
Digunakan dengan teknik terentu untuk mendapatkan efek khusus dalam pemotretan
1 – 30
Digunakan jika obyek dalam keadaan kurang cahaya atau sinar redup termasuk penggunaan efek khusus
60
Digunakan jika obyek dalam keadaan diam, duduk atau berdiri dan jalan santai
125
Digunakan jika obyek dalam keadaan lari kecil atau berkendara motor/sepeda dalam keadaan santai
250
Digunakan jika obyek dalam keadaan lari cepat atau memakai kendaraan motor dengan kecepatan sedang
500 -750
Digunakan jika obyek dalam keadaan lari cepat atau kendaraan motor agak cepat
1000
Digunakan jika obyek mengendarai motor dengan dengan super cepat atau ngebut
2000
Digunakan jika obyek dalam keadaan super cepat misalnya balap motor atau mobil atau bisa juga ledakan benda
4000-8000
Digunakan jika obyek dalam keadaan menluncur sangat cepat, misalnya peluncuran roket atau rudal, pesawat tempur lagi melesat

Penggunaan angka-angka kecepatan rana di atas harus dimbangi denga penyesuaian besarnya diafragma yang digunakan. Jika kita menggunakan kecepatan tinggi, maka bukaan lubang diafragma harus dalam posisi besar demikian juga sebaliknya, apabika menggunakan kecepatan rendah, maka bukaan lubang diafragma diperkecil. Tidak bisa semua kecepatan tersebut dipukul rata dengan pemakaian diafragma yang sama seperti table penggunaan diafrgma yang telah diterangkan sebelumnya berdasarkan waktu keadaan obyek dalam bidikan.
Suatu contoh misalnya, Si… Markeso akan memotret perlombaan balap motr 250 cc di arena balap Sentul. Cuaca pada waktu terjadinya perlombaan sinar matahari menampakkan kecerahan sehingga lapangan perlombaan menjadi panas dan terik. Berapa kecepatan dan diafragma yang dipakai oleh Si…Markeso agar hasilnya tetap tajam dengan menggunakan asa 200.
Kalau kita berorientasi pada waktu tentu diafragma yang dipakai adaah 22, alsannya karena cuaca sangat cerah dan panas karena obyek langsung tertimpah oleh sinar matahari. Tetapi masalahnya adalah obyek yang foto dalam keadaan bergerak dan bukan posisi diam atau normal dimana kcepatan telah ditentukan 1/60 detik. Sehingga kita harus merubah kecepatan yang lebih tinggi yaitu menggunakan kecepatan 2000, dengan demikian diafragmanya harus dirubah dengan bukaan pembesaran.
Maka perlu adanya penghitungan secara tepat.

Kecepatan dinaikkan sebanyak 6 langkah dari normal 1/60 detik ke 1/2000 detik

60        125      250      500      750      1000    2000

Diafragma lubangnya diberbesar dengan 6 langkah juga dari 22 ke 2,8

1.4       2          2.8       4          5.6       8          11        16        22       

Dari penghitungan diatas penaikkan kecepatan dilakukan sebanyak 6 langkah, maka harus diimbangi juga dengan memperbesar bukaan lubang diafragma sebanyak 6 langkah.
Sehingga untuk mendapat hasil foto yang tajam, maka Si… Markeso harus menggunakan kecepatan 1/2000 dengan diafragma 2.8. Penyataan pemakaian antara kecepatan dan diafragma yang dipakai oleh Si…Markeso itu setara dengan kecepatan 1/60 dan diafragmanya 22.

Jika pemotretan pada pada obyek pencahayaan yang ada di sekitarnya kurang, misalnya pemotretan di dalam ruangan atau di malam hari, maka perlu adanya cahaya bantuan berupa lampu flash. Pada kategori ini kecepatan yang dipakai pada kamera SLR manual dengan bantuan lampu flash yang dipasang di atas kamera, maka kecepatan yang dipakai untuk melakukan pemotretan adalah khusus. Pada kamera SLR manual kecepatan penggunaan kamera dengan bantuan lampu flash adalah angka yang diberi tanda silang berwarna merah, biasanya tercatat 60 dan ada juga yang memakai 125 tergantung merek dari kameranya. Tanda silang tersebut sebagai petunjuk penggunaan kamera tersebut jika memakai lampu flash. Jika tidak memakai kecepatan yang sudah direkomendasikan, misalnya penggunaan kecepatan di bawah atau di atasnya, maka penerangan yang dikeluarkan oleh lampu flash tersebut,  tidak singkron menyebabkan cahaya yang menyinari obyek guna pembakaran sebuah film, keluarnya tidak bersamaan dengan kecepatan bukaan diafragma. Hal ini dapat diartikan jika kecepatan yang dipilih dibawah standard silang, maka lampu flash akan menyala  terlebih dahulu lebih cepat dari kecepatan bukaan  diafragma yang kondisinya lebih lambat membuka. Sedangkan bila menggunakan kecepatan diatas dari standard silang, maka lampu flash akan terlambat menyala dan didahului oleh kecepatan bukaan diafragma.  Supaya kedua-duanya sama menyala secara bersamaan antara flash dan bukaan diafragma,  maka setingan harus dipasang pada angka 60 atau 125 sesuai dengan petunjuk dari kameranya.
Pada kategori kamera SLR auto atau digital, biasanya sudah dilengkapi dengan lampu flash standard dari kamera. penggunaannyapun juga diseting melalui setelan auto diasanya berwarna hijau, termasuk pada program-program setingan lainnya. Jika kita memotret di ruangan yang kurang cahaya, maka kamera secara automatis akan membuka sendiri lampu flashnya, dan ketika tombol ditekan maka flash akan menyala bersamaan dengan bukaan diafragma. Jika pencahayaan sangat kurang, maka perlu bantuan lampu flash tersendiri yang dipasang di atas kamera atau diletakkan pada posisi yang terpisah dari kamera. Penggunaan lampu inipun juga mengarah pada hal yang sama. Jika kita tidak menginginkan setingan auto dari pemprograman kamera, maka kita juga bisa menggunakan teknik manualnya dengan memindakan pemprograman pada huruf (M), yang erarti mempunyai pengertian teknik manual. Pada lampu flash yang mahal sistem pengaturan juga diatur tersendiri menyesuaikan keadaan sehingga lebih praktis penggunaannya dan hasilnya lebih terang dari pada lampu flash  bawaan kamera itu sendiri. Pada penggunaan lampu flash penggunaan diafragmajuga diperhitungkan secara sermat. Ideal pemakaiannya adalah antara 5.6 dan 4.























* Kecepatan rana merupakan tirai yang mengatur membuka dan menutup kembali cahaya yang masuk ke dalam kamera guna pembakaran sebuah film. pengaturan angka-angka yang baik diafragma maupun kecepatan harus mengikuti aturan peyeimbangan antara kecepatan dan diafragma. Penaikkan kecepatan haruslah diimbangi dengan pembesaran lubang diafragma dengan angka yang sama demikian juga untuk keadaan sebaliknya. Suatu karya fotografi peluncuran roket atau rudal dan lomba balap motor merupakan contoh untuk pemakaian kecepatan rana tinggi, agar hasil yang didapat mendapatkan ketajaman gambar, Jika kita mengunakan cahaya bantuan misalnya lampu flash guna pemotretan di dalam ruangan, maka setingan kecepatan harus menggunakan angka yang sudah distandardkan oleh pabrikan diantaranya angka bertanda silang yaitu bisa 60 atau 125 berdasarkan merek kameranya*

3. Kepekaan Film atau CCD
Film Seluloid merupakan medium dalam fotografi yang merekam gambar obyek bidikan ketika terjadi proses pembakaran atau exposure. Film Seluloid merupakan bahan kimia yang terdiri dari beragam lapisan dengan mengadung kepekaan khusus, oleh karenanya film seluloid harus terlindungi dari senar cahaya. Oleh karenanya film seluloid ini selalu dalam gulungan yang tidak tembus dengan cahaya. Setiap film mempunyai nilai kepekaan yang berbeda-beda tergantung dari nilai yang tertera dalam pembungkusnya. Nilai kepekaan dari film seluloid dihitung berdasarkan ASA. Sehingga dalam industri kamera 135 SLR manual yang berjaya keberadaannya di era tahun 1980-1990 itu mempunyai beberapa kategori diantaranya film yang paling rendah kepekaannya dengan ASA 100 hingga ASA tertinggi 800. Dalam dunia kamera digital keberadaan fil seluloid ini digantikan dengan micro chips yang disebut dengan CCD (Charged Couple Devise). Nilai kepekaannya tergantung dari besarnya CCD yang tercantum dalam kamera digital tersebut.

a. Pengertiannya
Film Seluloid merupakan medium atau tempat untuk merekam gambar hasil bidikan kamera setelah melalui proses pembakaran film atau sering disebut juga dengan istilah “Exposure”. Film Seluloid merupakan benda kimia yang terdiri dari berbagimacam lapisan bepekakan cahaya dengan milai tertentu. Oleh karenanya keberadaan film seluloid tidak boleh terkena cahaya dalam penyimpanannya, maka dari itu selalu dilindungi dengan kemasan sebelum dipakai dan dilindungi dengan kamera pada waktu dipakai untuk memotret benda. Nilai kepekaan film ditentukan dengan besarnya ASA. Makin kecil angka ASAnya, berdampak pada kecilnya nilai kepekaan film tersebut (Film Seluloid ASA 100), demikian juga sebaliknya jika angka ASAnya besar akan berdampak pada besarnya nilai kepekaan film (Film Seluloid ASA 800). Pada teknologi Kamera Digital komponen pengganti film adalah Memory card. Pada kamera jenis ini terdapat “Micro Chips” semi konduktor yang disebut dengan CCD (Charged Couple Devise). CCD ini terbuat dari unsur-unsur kimia yang peka dengan cahaya dan keberadaannya berfungsi menciptakan sebuah gambar di dalam kamera tersebut setelah mengalami suatu pemrosesan pembakaran. Cara kerja pada Kamera Digital adalah CCD akan menyerap cahaya dari obyek bidikan, kemudian cahaya yang terserap itu akan diubah menjadi data-data gambar dimana wujudnya berupa titik-titik yang jumlahnya ribuan bahkan jutaan dalam biasan warna yang ada pada obyek. Dari jumlah titik-titik yang terkumpul itu membentuk sebuah gambar persis seperti obyek alsinya. Makin banyak titiknya bebarti hasil gambar akan semakin bagus dan tajam warnanya, karena jumlah titiknya banyak maka besar file akan menyebabkab menjadi besar ini yang dikatakan dengan resolusi sebuah gambar.

b. Fungsinya
Film Seluloid merupakan medium penyimpan gambar hasil rekaman atau bidikan obyek setelah terjadinya proses pembakaran. Untuk mengetahui hasilnya harus dilakukan proses cuci dan cetak. Pada waktu terjadinya proses cuci film, maka hasil yang didapat merupakan film negative, dan dari film negatif ini jika ingin melihat hasilnya, maka harus dilakukan proses pencetakan baik melalui kertas atau kanvas. Pada proses inilah yang sering disebut dengan proses cuci-cetak. Sedangkan untuk kamera digital penyimpanan gambarnya bukan lagi pada film seluloid tetapi pada memory card. Dalam proses perekamannyapun juga mengalami perbedaan. Pada kamera digital system perekaman obyek ditangkap oleh CCD dan dirubah menjadi ribuan bahkan jutaan titik-titik jumlahnya membentuk gambar menyerupai obyekbidikan. Pada kamera digital hasilnya juga dapat dilihatlangsung tanpa harus terlebih dahulu melalui proses cuci-cetak, walaupun pada akhirnya foto tersebut dicetak juga setelah dilakuan pemilihan yang baik hasilnya.

c. Ukurannya atau Nilai kepekaannya
Film Seluloid sebagai medium penyimpan gambar untuk teknologi kamera manual ini, pada setiap roll filmnya mempunyai nilai kepekaan tertentu. Dalam industri kamera fotografi terutama kamera manual atau analog ini, setiap kemasan roll film mempunyai nilai kepekaan yang berbeda-beda. Perbedaan nilai kepekaan tersebut diperuntukan dengan adanya perbedaan kondisi pencahayaan obyek pada waktu dilakukan pemotretan. Ada obyek yang mempunyai kondisi pencahayaan yang terang sehingga diperlukan film dengan kadar kepekaannya rendah. Pada keadaan tertentu pencahayaan disekitar dari keadaan obyek cahayanya sedang, maka dari itu diperlukan film dengan kadar kepekaannya sedang, Pada saat yang lain kondisi obyek dalam menerangan yang minim, sehingga diperlukan film berkadar kepekaannya tinggi. Nilai kadar kepekaan film ini ditentukan dengan  besarnya ASA. Dari penjabaran di atas,maka industri produksi film seluloid menyediakan berbagai macam format ASA film dengan kadar kepekaan yang berbeda-beda, sehingga dapat dijumpai di took-toko penjual film atau studio foto seperti berikut ini.
Film ASA 100, Film ASA 200, Film ASA 400, Film ASA 800, Film ASA 1600.
Pada teknologi kamera manual, penyediaan kepekaan film tinggi sangat terbatas yang beredar dilapngan hanya sampai ASA 1600 saja, itupun dalam pencariannya sangat susah untuk mendapatkan film tersebut. Tidak semua toko film studio menjual film berformat ASA tinggi, hal ini dipengaruhi oleh terbatasnya penggunaan film tersebut di masyarakat, sehingga produksinya sangat dibatasi.
Pada teknologi kamera digital, penggunaan kepekaan film dinyatakan dengan ISO dan nilai kepekaannya dapat diseting sendiri sesuai dengan kemauan sendiri di dalam kameranya. Penyetingan ini bisa mencapai hingga kepekaan atau ISO 3200 bahkan ada kamera yang menawarkan penciptaan nilai kepakaan tinggi hingga 6400. Nilai kepekaan tinggi ini sangat membantu ketika dilakukan pemotretan sebuah konser music rock, metal atau dangdut dimana panggung konser dipenuhi dengan sorotan lampu berwarna warni antara mati dan menyala. Dengan menggunakan ISO tinggi ini, jepretan artis yang bergoyang disorot dengan warna warni sinar lampu yang menyerang dalam postur tubuhnya itu dijamin dengan hasil yang memuaskan, walaupun tanpa bantuan penyinaran dari flash kamera.

d. penggunaannya
Penggunaan ASA atau ISO pada dasarnya ditentukan dengan kondisi keberadaan obyek yang dibidik. Selama obyek dalam takaran pencahayaan yang cukup atau dalam taraf kenormalan, maka ASA atau ISO yang digunakan adalah film berpekakan yang rendah misalnya Film ASA 200, hal ini dikarenakan obyek ssaran sudah mengadungbanyak cahaya sehingga diperlukan kepekaan yang rendah. Berbeda dengan kasus obyek yang berada di dalam kondisi cahaya yang redup atau minim dengan cahaya matahari khususnya cuaca diliputi dengan mendung, maka perlu memakai film berpekakan sedang sekitar ASA 400, hal ini disebabkan obyek dalamkeadaan minim pencahayaan sehingga kita perlu fim berpekakan sedang yang memungkinkan masuknya cahaya banyak dengan menurunkan kecepatan dan memperbesar bukaan diafragmanya. Untuk kasus-kasus tertentu perlu film yang mempunyai kadar kepekaan tinggi, misalnya ketika kita harus memotret sebuah konser musik dengan lighting yang berkedap-kedip berpancarkan warna-warni pancaran sinar menerangi para nusisi yang sedang beraksi. Disinilah fingsi film berpekakan tingi itu diperlukan, karena cahaya yang menyinari sangat redup, sehingga diperlukan film berASA tinggi yang minim dengan kebutuhan penyinaran.





























* Penggunaan kepekaan film berdasarkan pada dimana keadaan obyek mendapat pencahayaan. Jika obyek dalam keadaan kurang pencahayaannya misalkan malam hari,maka diperlukan film dengan ASA tinggi. Sedangkan kondisi obyek dalam keadaan mendung yang mencerminkan pencahayaan redup, maka digunakan film ASA sedang. Ketika obyek dalam penyinaran yang cerah dalam taraf kenormalan, maka perlu film dengan ASA rendah *

* TINGGALKAN KOMENTAR ANDA…
Silakan utarakan opini Anda terhadap tulisan ini, guna melatih dan merangsang pemikiran hingga melahirkan suatu pendapat. Komentar yang akan disampaikan hendaknya berkaitan dengan topik permasalahan yang diulas… dan terima kasih sebelumnya… atas kunjungan Anda di Blog ini serta menggoreskan opini lewat komentar…

Daftar Pustaka :
* Beberapa foto diunduh dari situs-situs terkait sesuai topik permasalahan semata-mata untuk “Kepentingan Misi Sosial” dalam bentuk pembelajaran maya berbagi pengetahuan pada sesama, Bukan untuk  ”Kepentingan Bisnis” *
Davis, Harold. 2011. Creative Lanscapes : Digital photography Tips & Techniques. Indianapolis, Indiana : Willy Publishing. Inc.
Story, Derrick. 2004. Digital Photography Hacks. Gravenstein Highway North. Sebastopol CA : O’ Reilly Media. Inc.
Sugiarto, Atok. 2006. Indah Itu Mudah, Buku Paduan Fotografi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Sugiarto, Atok. 2006. Cuma Buat yang Ingin Jago Foto. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Hadiiswa. 2008. Fotografi Digital: Membuat Foto Indah dengan Kamera Saku. Jakarta : Mediakita.
Alwi, Audy Mirza. 2004. Fotografi Jurnalistik : Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media Massa. Jakarta : Bumi Askara.
Giwanda, Griand. 2001. Paduan Praktis Belajar Fotografi. Jakarta : Puspa Swara.
Giwanda, Griand. 2002. Paduan Praktis teknik Studio Foto. Jakarta : Puspa Swara.
Mulyanta, Edi. S. 2007. Teknik Modern Fotografi Digital. Yogyakarta : Penerbit Andi.
Beberapa situs terkait dengan topik permasalahan dan diinterpretasikan ulang tetapi tidak mengurangi substansi di dalamnya.

mengenal istilah dan fitur pada kamera


Mengenal Istilah Dan Fitur Pada Kamera

Pengertian Dan Perbedaan Kamera Prosumer Dan DSLR Mengenal Istilah Dan Fitur Pada KameraMengenal Istilah Dan Fitur Pada Kamera - Kali ini saya akan memberikan beberapa Istilah Dan Fitur Pada Kamera yang bagi sebagian besar para fotografer yang sudah mahir tentu sudah Mengenal Istilah Dan Fitur Pada Kamera yang akan saya berikan kali ini.Setelah beberapa waktu lalu saya memberikan artikel mengenai Perbedaan Kamera SLR dan DSLR kali ini saatnya saya untuk memberikan artikel sederhana lainnya agar teman – teman Mengenal Istilah Dan Fitur Pada Kamera.
Bagi seorang fotografer atau juru photo tentu fitur-fitur dan istilah pada kamera telah paham dan mengerti dengan baik. Namun tidak sama dengan masyarakat awam yang kurang begitu ahli dalam mengambil sebuah gambar. Jika kita mengamati pada sebuah kamera digital yang lagi trend di masyarakat saat ini, kita akan menemukan fitur-fitur dan istilah yang asing dan unik untuk masyarakat umum.
Berikut ini beberapa Fitur Dan Istilah pada kamera yang sering terdapat pada sebuah kamera agar kita tidak kaget saat menggunakan kamera digital.

Istilah Dan Fitur Pada Kamera

Rana/Kecepatan
Rana adalah tirai yang bergerak turun naik di dalam kamera dan berfungsi untuk mengatur berapa lama film hendak disinari. Ada beberapa rana dalam kamera. Diantaranya rana celah dan rana pusat. Rana celah ada dua yaitu: rana celah vertical dan horizontal. Sedang rana pusat adalah rana yang terletak pada lensa letaknya berdampingan dengan diafragma dan menutupnya dengan cara memusat. Besaran rana diwakili oleh nomor: B-1-2-4-8-15-30-60-125-250-500-1000-2000. Besar kecilnya satuan rana dapat ditentukan sendiri dengan mengatur besar dan kecilnya satuan rana dan besarnya diafragma.
P – Mode Program
Mode ini digunakan untuk mengontrol exposure (jumlah cahaya yang masuk ke dalam kamera). Secara otomatis kamera mengatur nilai kecepatan shutter dan diafragma (f-stop) berdasar pada kondisi cahaya. Mode program mempermudah dalam memotret otomatis dengan akses penuh pada semua pilihan (option).
Diafragma
Diafragma adalah lubang dalam lensa kamera tempat cahaya masuk saat melakukan pemotretan. Dalam prakteknya diafragma dilambangkan oleh beberapa angka yang mewakili besarnya bukaan pada lensa, angka-angka tersebut antara lain 2,8-4-5,6-8-11-16-22. Akan tetapi besaran angka-angka tersebut bisa berbeda-beda tergantung jenis lensa yang dipakai. Cara kerja diafragma ini menggunakan sistem terbalik jadi semakin kecil angkanya semakin besar bukaannya dan semakin besar angkanya semakin kecil bukaannya.
M – Full Manual Control (Kontrol Manual Penuh)
Iklan Mengenal Istilah Dan Fitur Pada Kamera
Mode ini biasanya direpresentasikan dengan huruf “M” di dial mode kamera. Di mode manual, fotografer memiliki kontrol penuh atas pengaturan kecepatan shutter dan diafragma. Kontrol manual penuh hadir mengingat fotografer seringkali tidak puas dengan interpretasi kamera menyangkut pengukuran cahaya, baik di mode prioritas shutter dan diafragma, atau jika memang berniat mendapatkan gambar yang kurang atau lebih cahaya sebagai efek artistik.
ISO
ISO adalah singkatan dari International Standard Organization akan tetapi ada pula sebagian orang yang menyebutnya ASA (American Standard Association). Fungsi ISO pada kamera adalah sebagai standard yang digunakan untuk mengindikasikan besar kepekaan film terhadap cahaya. Semakin kecil angka ISO, semakin rendah kepekaannya terhadap cahaya. Kepekaan cahaya ini sangat menjadi prioritas dalam pemotretan. Biasanya bila kita ingin memotret pada suasana cahaya yang terang maka, gunakan ISO 100 atau film dengan kecepatan rendah.
Flash
Fungsi flash pada kamera adalah sebagai alat bantu pencahayaan apabila intensitas cahaya di sekitar kurang, akan tetapi setiap lampu flash punya kemampuan yang berbeda-beda. Untuk jenis kamera saku jarak jangkauan lampu flash hanya berkisar antara 2 sampai 5 meter. Baca disini untuk Spesifikasi Flash NISSIN Di622 Untuk Nikon.
S – Shutter Priority (Prioritas Shutter)
Mode prioritas shutter biasanya dilambangkan dengan huruf “S” di dial mode kamera. Di mode ini, fotografer bisa mengatur kecepatan shutter yang diinginkan, sementara kamera memilih pengaturan diafragma secara otomatis untuk menghasilkan pengukuran cahaya yang tepat terkait kecepatan shutter yang dipilih.
Macro
Fitur yang satu ini biasanya sudah tertanam di dalam kamera saku. Fungsi dari fitur ini adalah merubah fungsi lensa yang standar menjadi lensa macro agar kamera sapat menangkap objek yang kecil dengan jarak dekat. Jarak umum penggunaan fitur macro adalah 10 cm dari obyek yang akan kita potret.

mengenal dasar fotografi





Siapa saja bisa memotret. Dengan tambahan pikiran kreatif dan kerja keras, kita dapat menciptakan gambar hebat yang menunjukkan segenap kreasi dan interpretasi terhadap apa yang dilihat dan dijepret. Nah, seni mengabadikan gambar dengan menggunakan kamera di sebut dengan Fotografi. Fotografi berasal dari bahasa Latin yaitu: photos adalah cahaya, sinar. Sedang graphein berarti tulisan, gambar atau disain bentuk. Jadi, fotografi secara luas adalah menulis atau menggambar dengan menggunakan cahaya. Gambar mati atau lukisan yang didapat melalui proses penyinaran dengan menggunakan cahaya. Karena dalam membuat gambar kita menggunakan alat yang disebut kamera, maka sudah tentu kita harus benar-benar menguasai alat tersebut juga termasuk beberapa teknik dasarnya.
Dalam menggunakan kamera kita mengenal apa yang disebut dengan:
Fokus
Fokus adalah titik api.
Rana
Kecepatan Rana adalah tirai yang bergerak turun naik di dalam kamera yang berfungsi untuk mengatur berapa lama film hendak disinari. Rana memiliki satuan dengan nomor: B-1-2-4-8-15-30-60-125-250-500-1000-2000. Besar kecilnya satuan rana dapat ditentukan sendiri dengan mengatur besar dan kecilnya satuan rana serta besarnya diafragma.
Ada beberapa rana dalam kamera. Diantaranya rana celah dan rana pusat. Rana celah ada dua yaitu: Rana celah vertical dan horizontal. Keduanya terletak di bagian dalam kamera. Dia bertugas menutup tirai dan mengikuti fungsinya. Rana vertial menutup secara vertikal dan yang horizontal menutup secara horizontal. Sedang Rana pusat adalah, Rana yang terletak pada lensa letaknya berdampingan dengan diafragma dan menutupnya dengan cara memusat.
Diafragma
Diafragma adalah lubang dalam lensa kamera tempat cahaya masuk saat melakukan pemotretan. Diafragma memiliki beberapa ukuran atau satuan angka. Setiap lensa mempunyai perbedaan bukaan diafragma masing-masing. Biasanya, ukuran diafragma dimulai dengan 2,8 – 4 – 5,6 – 8 – 11 – 16 – 22. Besar kecilnya bukaan diafragma yang kita pilih menghasilkan foto yang berbeda. Bukaan diafragma kecil akan menghasilkan ruang yang luas. Sedang bukaan diafragma besar akan membuat ruang tajam sempit (Blur). Atau mudahnya, diafragma artinya bukaan lensa. Efeknya, makin besar bukaan, maka makin besar kecepatan yang dibutuhkan, speed makin tinggi. Efek lainnya, makin besar bukaan, makin sempit ruang tajamnya, artinya makin besar efek blur untuk daerah diluar ruang tajam yang fokus.
Banyak cara dan tujuan penggunaan/pemilihan diafragma, yang antara lain akan jelas mempengaruhi konteks dari foto yg kita buat. Misalkan, untuk memotret landscape, dengan memakai kamera apapun, coba setel ke diafragma paling sempit (angka paling besar) yang mungkin dicapai, lalu diimbangi dengan penyetelan lama waktu bukaan seperlunya (perhatikan light meter). Tapi khususnya untuk pemotretan malam, kadang kita tidak bisa mencapai bukaan paling sempit karena terbatas waktu bukaan shutter yang tidak bisa terlalu lama, apalagi di kamera prosumer yang biasanya terbatas hanya 13 detik maksimum. Untunglah untuk kamera digital prosumer hal ini tidak masalah. Dengan ukuran sensor yang jauh lebih kecil daripada satu frame film 35mm maka ruang tajam tetap cukup luas, walaupun diafragma disetel ke f/3.5 misalnya. Dan, semuanya tergantung bagaimana foto akan kita buat.
Pencahayaan
Pencahayaan adalah proses menyinari film dengan cahaya yang datang dari luar kamera dengan mengontrol besarnya diafragma dan kecepatan. Dalam pencahayaan, bukaan diafragma menentukan intensitas cahaya yang diteruskan film. Sedangkan kecepatan rana menentukan jangka waktu transmisi sinar.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menentukan kombinasi yang tepat antara bukaan diafragma dengan kecepatan. Salah satunya dengan memilih prioritas diafragma. Maksudnya, pemotret bisa memilih berapa besar bukaan diafragma yang akan digunakan. Setiap bukaan diafragma yang dipilih akan membuat hasil gambar yang berbeda. Bila pemotret memilih menggunakan rana tinggi, maka itu berguna untuk menghentikan aksi. Sedang rana rendah akan membuat aksi kabur. Sedang untuk mengambil gambar di tempat dengan cahaya yang kurang maka untuk mengatasinya yang dilakukan oleh fotografer adalah memakai film dengan kecepatan tinggi. Misalnya Iso 400, 600, 800 atau Iso 1600.
Cara untuk mengukur pencahayaan biasanya ada di setiap kamera. Untuk mengukur cahaya agar sesuai, kita bisa mensiasatinya dengan cara mengukur telapak tangan atau mendekatkan kamera kita sekitar 30 cm dari objek. Maka, kita akan mendapatan pencahayaan yang sesuai. Untuk mendapatkan cahaya yang baik dalam pemotretan biasanya kita akan memilih memotret pada jam 08.00-10.00 dan 16.00-18.00. Biasanya dalam waktu ini, cahaya dalam kondisi yang baik, dan tak terlalu keras.
Dalam pencahayaan ada beberapa teknik yang harus diperhatikan. Diantaranya:
Penerangan depan: Sumber cahaya berasal dari depan objek. Cahaya ini akan menghasilkan gambar yang datar.
Penerangan belakang: Sumber cahaya berasal dari belakang objek. Dengan sumber cahaya yang seperti ini maka objek yang kita ambil menjadi shiluette (hitam). Pemotretan dengan sumber cahaya dari belakang dilakukan bila kita ingin membuat sebuah foto shiluete.
Penerangan Samping: Pemotretan dengan memakai sumber cahaya dari samping membuat objek yang kita ambil akan nampak tegas. Biasanya cahaya ini berasal dari tambahan penerangan lain seperti lampu, blitz dan lain sebagainya.
Lensa
Lensa adalah alat yang terdiri dari beberapa cermin yang berfungsi mengubah benda menjadi bayangan, terbalik dan nyata. Lensa terletak di depan kamera. Ada beberpa jenis lensa. Lensa normal, lensa lebar (wide) dan lensa panjang atau biasa disebut dengan lensa tele. Lensa normal berukuran fokus sepanjang 50 mm atau 55 mm untuk film berukuran 35 mm. Sudut pandang lensa ini hampir sama dengan sudut pandang mata manusia.
Selain lensa lebar, ada juga lensa tele. Lensa lebar bisanya mempunyai lebar fokusnya 16-24mm. Lensa ini cocok untuk mengambil gambar pemandangan. Lensa tele adalah lensa yang memiliki focal length panjang. Lensa ini dapat digunakan untuk memperoleh ruang tajam yang pendek dan dapat menghasikan prespektif wajah yang mendekati aslinya. Lensa ini biasanya berukuran 85mm, 135mm dan 200mm.
Bisanya fotografer menggunakan lensa sesuai dengan kebutuhannya. Bila ingin memotret benda atau objek yang dekat, atau memotret pemandangan, biasanya mereka menggunakan lensa normal atau lensa dengan sudut lebar. Namun bila fotografer ingin mengabadikan sebuah moment tertentu dengan jarak yang jauh, biasanya mereka menggunakan lensa tele. Dengan demikian, mereka tak perlu repot untuk membidik objek, dan kerja mereka akan semakin mudah.
Selain lensa normal dan lensa tele, ada juga jenis lensa lainnya yang biasa disebut dengan lensa variasi atau lensa special (special lense). Biasanya lensa ini digunakan untuk keperluan tertentu. Contohnya fish eye lens (lensa mata ikan – 180 derajat). Memotret dengan lensa ini fotografer akan memperoleh hasil yang unik. Namun, lensa ini tidak berfungsi untuk menyaring sesuatu kecuali mengubah pandangan guna mencapai hasil yang menyimpang dari pemotretan biasa.
Bila fotografer ingin mengambil objek dengan ukuran kecil atau pemotretan berjarak dekat (mendekatkan pemotret ke objek), umumnya lensa yang dipakai adalah lensa makro. Lensa ini biasanya juga dipakai untuk keperluan reproduksi karena dapat memberikan kualitas prima dan distorsi minimal. Misalnya: untuk memotret bunga, serangga, dll.
Selain peralatan, untuk menghasilkan sebuah foto yang baik kita juga harus memperhatikan beberapa hal diantaranya: Komposisi, cahaya, garis, bentuk, tekstur, rupa, warna dan vertical atau horizontal.
Komposisi
Komposisi adalah susunan objek foto secara keseluruhan pada bidang gambar agar objek menjadi pusat perhatian (POI=Point of Interest). Dengan mengatur komposisi foto kita juga dapat dan akan membangun “mood” suatu foto dan keseimbangan keseluruhan objek. Berbicara komposisi maka akan selalu terkait dengan kepekaan dan “rasa” (sense). Untuk itu sangat diperlukan upaya untuk melatih kepekaan kita agar dapat memotret dengan komposisi yang baik.


Ada beberapa cara yang dapat dipakai untuk menghasilkan komposisi yang baik. Diantaranya:
Sepertiga Bagian (Rule of Thirds). Pada aturan umum fotografi, bidang foto sebenarnya dibagi menjadi 9 bagian yang sama. Sepertiga bagian adalah teknik dimana kita menempatkan objek pada sepertiga bagian bidang foto. Hal ini sangat berbeda dengan yang umum dilakukan, di mana kita selalu menempatkan objek di tengah-tengah bidang foto.
Sudut Pemotretan (Angle of View). Salah satu unsur yang membangun sebuah komposisi foto adalah sudut pengambilan objek. Sudut pengambilan objek ini sangat ditentukan oleh tujuan pemotretan. Maka dari itu, jika kita ingin mendapatkan satu moment dan mendapatkan hasil yang terbaik, kita jangan pernah takut untuk memotret dari berbagai sudut pandang. Mulailah dari yang standar (sejajar dengan objek), kemudian cobalah dengan berbagai sudut pandang dari atas, bawah, samping sampai kepada sudut yang ekstrim.
Komposisi pola garis Diagonal, Horizontal, Vertikal, Curve. Di dalam pemotretan Nature, pola garis juga menjadi salah satu unsur yang dapat memperkuat objek foto. Pola garis ini dibangun dari perpaduan elemen-elemen lain yang ada didalam suatu foto. Misalnya pohon, ranting, daun, garis cakrawala, gunung, jalan, garis atap rumah dan lain-lain. Elemen-elemen yang membentuk pola garis ini sebaiknya diletakkan di sepertiga bagian bidang foto. Pola Garis ini dapat membuat komposisi foto menjadi lebih seimbang dinamis dan tidak kaku.
Background (BG) dan Foreground (FG). Latar belakang dan latar depan adalah benda-benda yang berada di belakang atau di depan objek inti dari suatu foto. Idealnya, BG dan FG ini merupakan pendukung untuk memperkuat kesan dan fokus perhatian mata kepada objek. Selain itu juga “mood” suatu foto juga ditentukan dari unsur-unsur yang ada pada BG atau FG. BG dan FG, seharusnya tidak lebih dominan (terlalu mencolok) daripada objek intinya. Salah satu caranya adalah dengan mengaburkan (Blur) BG dan FG melalui pengaturan diafragma.
Beberapa teknik sudut pengambilan sebuah foto, yaitu:
Pandangan sebatas mata (eye level viewing); paling umum, pemotretan sebatas mata pada posisi berdiri, hasilnya wajar/biasa, tidak menimbulkan efek-efek khusus yang terlihat menonjol kecuali efek-efek yang timbul oleh penggunaan lensa tertentu, seperti menggunakan lensa sudut lebar, mata ikan, tele, dan sebagainya karena umumnya kamera berada sejajar dengan subjek.
Pandangan burung (bird eye viewing); bidikan dari atas, efek yang tampak subjek terlihat rendah, pendek dan kecil. Kesannya seperti ‘kecil’/hina terhadap subjek. Manfaatnya seperti untuk menyajikan suatu lokasi atau landscap.
Low angle camera; pemotretan dilakukan dari bawah. Efek yang timbul adalah distorsi perspektif yang secara teknis dapat menurunkan kualitas gambar, bagi yang kreatif hal ini dimanfaatkan untuk menimbulkan efek khusus. Kesan efek ini adalah menimbulkan sosok pribadi yang besar, tinggi, kokoh dan berwibawa, juga angkuh. Orang pendek akan terlihat sedikit ‘normal’. Menggambarkan bagaimana anak-anak memandang ‘dunia’ orang dewasa. Termasuk juga dalam jenis ini pemotretan panggung, orang sedang berpidato di atas mimbar yang tinggi.
Frog eye viewing, pandangan sebatas mata katak. Pada posisi ini kamera berada di bawah, hampir sejajar dengan tanah dan tidak diarahkan ke atas, tetapi mendatar dan dilakukan sambil tiarap. Angle ini digunakan pada foto peperangan, fauna dan flora.
Waist level viewing, pemotretan sebatas pinggang. Arah lensa disesuaikan dengan arah mata (tanpa harus mengintip dari jendela pengamat). Sudut pengambilan seperti ini sering digunakan untuk foto-foto candid (diam-diam, tidak diketahui subjek foto), tapi pengambilan foto seperti ini adalah spekulatif.
High handheld position; pemotretan dengan cara mengangkat kamera tinggi-tinggi dengan kedua tangan dan tanpa membidik. Ada juga unsur spekulatifnya, tapi ada kiatnya yaitu dengan menggunakan lensa sudut lebar (16 mm sampai 35 mm) dengan memposisikan gelang fokus pada tak terhingga (mentok) dan kemudian memutarnya balik sedikit saja. Pemotretan seperti ini sering dilakukan untuk memotret tempat keramaian untuk menembus kerumunan.
Film
Film adalah media untuk merekam gambar yang terdiri dari lempengan tipis dengan emulsi yang peka cahaya. Karena peka cahayalah yang membuat film harus disimpan dalam kotak atau tabung yang tak terkena cahaya. Film mempunyai ukuran 35mm dan 120mm atau disebut medium format.
Ada beberapa jenis film. Diantaranya:
NEGATIF FILM: Film negatif atau klise, adalah sebutan untuk citra yang terbentuk pada film sesudah dipotretkan dan sesudah dikembangkan, di mana bagian yang terlihat gelap pada gambar, pada objek terlihat terang. Warna yang timbul berlawanan karena bagian terang dari objek memantulkan banyak cahaya ke film dan menghasilkan area gelap.
X-RAY FILM: Film sinar-x. Film ini dibuat kontras dan dibungkus dengan kertas timah. Karena sinar x dapat menembus benda-benda padat seprti kulit, tekstil, dan lain-lain, maka dalam pemotretan akan tampak bayangan-bayangan yang mengganggu. Film ini biasa digunakan dalam bidang kedokteran dan pengobatan.
POLAROID FILM: Polaroid film adalah film yang digunakan untuk menghasilkan foto dalam waktu singkat tetapi tidak mempunyai negatif. Dahulu banyak fotografer professional yang menggunakan kamera ini namun semakin hari kamera dan film jenis ini sudah ditinggalkan. Hanya sebagian fotografer yang masih memakainya. Film Polaroid ditemukan oleh dr Land.
ORTHOCHROMATIC FILM: Film yang sensitif terhadap warna biru dan hijau tapi tidak pada merah.
MEDIUM FILM: Film dengan kecepatan sedang (ISO 100, 200). Kelompok film yang paling popular dan banyak diminati pemotret. Ideal untuk pemotretan dalam cuaca yang terang/cerah.
Iso
Iso adalah standard untuk kategori film yang digunakan yang mengindikasikan besar kepekaan film terhadap cahaya. Semakin kecil angka iso, semakin rendah kepekaannya terhadap cahaya. Kepekaan cahaya ini sangat menjadi prioritas dalam pemotretan. Biasanya bila kita ingin memotret pada suasana cahaya yang terang maka, kita dianjurkan memakai film dengan Iso 100 atau film dengan kecepatan rendah. Ukuran Iso pada film ada berbagai jenis ukuran: 25-50-100-200-400-600-800 dan 1600.
Filter
Penyaring dalam bentuk kaca yang tembus cahaya yang mempunyai ketebalan rata . Filter biasanya dipasang di ujung depan lensa. Ada beberapa jenis filter, diantaranya:
POL COLOR FILTER: Filter yang terdiri dari selembar polarisator kelabu dan polarisator warna, terdapat berbagai kombinasi warna sehingga dapat digunakan untuk efek-efek tertentu.
POL COLOR FILTER: Filter yang terdiri dari selembar polarisator kelabu dan polarisator warna, terdapat berbagai kombinasi warna sehingga dapat digunakan untuk efek-efek tertentu.
POL CONVERSION FILTER: Filter terdiri dari selembar polarisator dengan filter konversi warna (85B). Biasanya juga digunakan untuk jenis kamera kine, sehingga memungkinkan film tungsten digunakan untuk cerah hari dan mempunyai efek seperti filter polarisasi.
POL FIDER FILTER: Filter yang terdiri dari dua filter PL linier yang digabung menjadi satu. Jumlah filter yang masuk dapat diatur dengan memutar gelang filter.
POLARIZING CIRCULAR FILTER: Filter yang dibuat dari lembaran polarisator linier dan keeping quarter wave retardation, dilapi di antara dua gelang filter. Efeknya sama dengan filter polarisasi, biasanya digunakan untuk kamera kine.
POLARIZING FILTER: Filter polarisasi, dipakai untuk menghilangkan refleksi dari segala permukaan yang mengkilap. Filter ini terdiri dari dua bagian, bagian yang satu dengan lain dapat diputar-putar untukmendapatkan sudut paling ideal menghilangkan refleksi, menambah saturasi warna dan menembus kabut atmosfer. Juga berguna untuk membirukan langit.
ND FILTER: Filter ND. Filter ini berfungsi untuk menurunkan kekuatan sinar 2 kali sampai 8 kali. Filter ini bernada abu-abu muda atau sedang dan tidak mengubah warna gambar.
NEBULA FILTER: Filter yang menghasilkan gambar dengan efek pancaran sinar radial yang berpelangi.

teknik dasar fotografi

Teknik Dasar Fotografi bagi temen-temen semua yang udah lama berkecimpung dengan dunia fotografi nggak bakal asing dengan istilah Arperture, Shutter speed, ISO, Exposure, dan istilah-istilah lain. kadang juga sering denger fotogtafer yang bilang “Kok kayaknya exposurenya terlalu gelap yah?” Apa gak terlalu OE (Over exposed) tuh poto? Lha dalah.. exposure saya harusnya gimana to?
Jangan khawatir dan bingung dengan intilah-istilah aneh di atas friend. aku bakal membagi secuil ilmu yang aku pernah dapet tentang fotografi. tapi bukan berarti aku udah jago fotografi ya,,aku juga seorang Newbie kok yang bakal terus belajar,,dan aku membagi artikel ini juga berdasar pada artikel-artikel yang udah banyak di share di dunia maya kok.
dan satu hal yang pertama dan utama untuk belajar FOTOGRAFI adalah menegtahui teknik dasarnya yaitu… EXPOSURE…dan moga-moga temen-teman yang baca artikel ini, amal ibadahnya diterima di sisinya,,eh salah maksudnya teman-teman akan mendapatkan sesuatu yang baru dan dapat di langsung dicoba di teknik fotografi.
Setelah membaca artikel ini insyaAllah teman-teman semua gak benar-benar awam lagi dengan yang namanya: Aperture, Shutter Speed dan ISO, istilah-istilah seperti Aperture Priority, Shutter Priority, Manual Aperture and Shutter dan kapan paling efektif untuk memakainya. tau apa itu Panning teknik dan bagaimana sih biar bisa panning?,.lalu apa itu Depth of Field, Mengerti tentang Shutter Speed tentang pembekuan gerakan (Freezing), menghasilkan efek arus (flowing effect)
oke deh langsung aja…tapi sebelumnya kamera DSLR (maap buat yang camdig mungkin lain kali aku share teknik tentang camdig) silahkan di setting pada posisi Manual, karena percuma dong punya DSLR pake full auto mending ganti camdig aja om,hehe…:p
Kamera yang aku pakai adalah DSLR Canon EOS 1000d tapi secara garis besar basic dari setiap DSLR itu sama kok dan bisa di implementasikan di fotografi secara general (dan bagi yang bebeda “agama” monggo menyesuaikan).
TAKE A NICE EXPOSURE
Kalau teman-teman bertanya “Seharusnya exposure saya gimana sih?” yah gampang sih jawabnya, “Exposure teman-teman harus bener!” ya kan? bener itu gimana ya sesuai kebutuhan,,tetapi pada umunya yang diharapkan Exposure itu seimbang bukan Over atau Under. Nah, exposure itu bisa di golongkan kepada 3 hal yang saling erat hubungannya, mereka adalah:
1. Aperture = bukaan diafragma lensa biasanya dalam ukuran f/2.8, f/5.6 dan seterusnya
2. Shutter Speed = bukaan berapa lama film menerima cahaya sewaktu diafragma di buka; dalam ukuran 2s, 1/250s ,1/500s, dan seterusnya (s = seconds, detik)
3. ISO, Speed of the film = internasional stteman-temanrd untuk sensitifnya film. contoh: ISO 400 lebih sensitif daripada ISO 200, ISO 200 lebih sensitif daripada ISO 100, dan seterusnya.
di dalam seting kamera (pada bagian atas body ada lingkaran yang bisa diputer-puter) ada istilah Manual (M), Aperture Priority/Arperture Value (pada nikon: A canon: AV), Shutter Priority (nikon: S canon: TV), Automatic? kan lebih asik automatic dong?
“Ok, bukannya kalau kamera di set P (Automatic atau Program Mode) terus kan tinggal jepret aja om kan semuanya sudah di atur otomatis, nah terus ngapain harus ngerti 3 bahasa aneh di atas coba?”. Nah kalo temen-temen sudah puas sama P (Automatic atau Program Mode) exposure setting camera kalian, ya ngapain teman-teman beli DSLR dan baca baca artikel ini?
kenapa sih kita harus ngerti 3 istilah diatas karena kalau kita menguasai dasar-dasarnya pasti kita bakalan lebih mendapatkan exposure yang lebih baik atau lebih banyak kesempatan teman-teman akan mendapatkan exposure yang sempurna. Bukankah lebih baik untuk mempelajari Manual to?
Nah sekarang coba liat di viewfinder (itu lho kotak kecil yang teman-teman lihat di camera untuk motret) di sana pasti ada semacem gini nih: +””’0”””’- ya kan? Nah jika teman-teman memutar control dial (itu lho yang kaya scroll mouse) di camera temen-temen, tanda panah akan bergeser sesuai dengan yang kalian hendaki, jika teman-teman mutar ke kanan, panahnya ke kanan, kalo ke kiri ya panahnya ke kiri. Biasanya kalau ke kiri valuenya semakin besar atao ke positif kalo ke kiri valuenya semakin kecil dan ke arah negatif.
Aperture priority (biasanya A atau Av)
Dalam mode AV ini, kalian memilih lens aperture (bukaan diafragma seperti pupil mata) secara manual, sedangkan secara otomatis kamera teman-teman akan menghitung berap shutter speed yang pas. Coba set camera teman-teman ke Aperture Priority, nah di Aperture priority, teman-teman ngatur Aperturenya secara manual, dan camera teman-teman akan mengatur Shutter Speed secara otomatis untuk memberikan exposure yang kamera teman-teman pikir “PERFECT”.
Umumnya Aperture Priority ini dipakai bila keadaan:
1. Cahaya sekeliling sangat minimal. Contoh: dalam event wedding atau dalam event pesta wisuda silahkan untuk setting kamera ke A pada bukaan yang besar (yang angkanya kecil), karena kamera kalian lah yang akan memilih shutter secepat mungkin untuk mendapatkan exposure yang sempurna dan dengan setting Aperture yang dihendaki.
2. jika temen-temen menginginkan maksimum depth-of-field (ruang tajam) dan objectnya tuh tidak bergerak jadi semua akan tampak jelas dan tidak ada blur. pilihlah Aperture sekecil mungkin untuk memaksimumkan Depth of Field (akan di bahas di bawah ini)
Shutter Priority (biasanya S)
Di dalam mode ini, teman-teman memilih shutter speed secara manual dan meter kamera teman-teman akan memilih aperture secara otomatis. Sama dengan Aperture Priority tetapi kali ini yang teman-teman prioritaskan, dalam kata lain yang teman-teman bisa ngatur itu yah shutter speednya, camera teman-teman akan mengatur Aperture secara automatis yang di pikir kamera teman-teman exposurenya “PERFECT”.
Karena hanya dengan Shutter Priority ini lah kita bisa:
a. FREEZE MOTION = pembekuan gerakan yang terekam di film, dan
b. IMPLYING MOTION = untuk menghasilkan flowing effect, yang bersifat memberikan efek gerakan
shutter maksimal dapat digunakan pada:
. Panning teknik. Panning adalah teknik perekaman object yang bergerak sehingga menghasilkan effect gerakan dan bisa terlihat jika object yang terfokus adalah object yang sedang moving atau bergerak. (akan dijelaskan lebih lanjut disini
ada 3 rahasia untuk mendapatkan hasil panning yang memuaskan:
Rahasia #1: Teman-teman harus PARALEL dengan object yang bergerak itu. Dari contoh di bawah ini, tahap awal siapkan kamera dan tunggu sampai mobilnya tuh persis di depan kalian, dan langsung pencet shutter dengan badan mengikuti arahnya mobilnya melaju setelah memencet shutternya.
Rahasia #2: Pilihlah Shutter Speed yang paling cocok untuk objek yang bergerak itu. Biasanya aku pakai Shutter 1/20 atau 1/30
Rahasia #3: Jangan pakai tripod. Pakailah badan teman-teman sebagai tumpuan yang mengayun dari kiri ke kanan atau sebaliknya searah dengan object yang akan di potret.
Manual Exposure (biasanya M)
Nah Manual Exposure ini lah yang memungkinkan kita mengatur sendiri panah2 tadi yang sudah aku jelaskan di atas untuk mendapatkan exposure yang KITA hendaki “PERFECT EXPOSURE” sekali lagi, bukan kamera kita yang mikir perfect tapi kita sendiri. Karena di Manual inilah kita bisa mengatur Aperture dan Shutter Speed secara manual.
“Nah terus apa hubungannya di antara tiga bahasa aneh dan jelek di atas itu, apa sih tadi Aperture, Shutter Speed dan ISO, huh?” Ok. Nih aku jelasin yah.
1. APERTURE (Diafragma)
Aperture adalah bukaan lensa untuk mengatur berapa banyak cahaya yang masuk. Ukuran aperture biasanya bisa di liat dengan f/ number. Semakin besar nomer f/ nya semakin kecil bukaan lensanya. Dengan kata lain, semakin kecil nomer f/ nya, semakin GEDE bukaan lensanya. CONTOH: f/2.8 bukaannya lensanya tuh lebih besar daripada f/11. Aperture ini lah yang biasanya orang orang di kritik fotografer.net pada bilang “Wahhhh bagus bener DOFnya, bagus bener pemteman-temanngannya!” Nah sekarang ngerti kan kalo Aperture ini adalah sang komandan yang bertanggung jawab atas wilayah ketajaman di dalam satu foto. DOF, kepanjangan dari Depth-of-Field, yaitu wilayah di sekeliling subject yang di rekam oleh camera yang layak tampil tajam di hasil potonya.
Ukuran Aperture dalam perbedaan ukuran satu stop adalah:
f/2 -> f/2.8 -> f/4 -> f/5.8 -> f/8 -> f/11 -> f/16 -> f/22
Dari f/2 sampe ke f/2.8 di katakan Aperturenya turun 1 stop dalam kata laen -1. Dari f/4 turun 3 stop ke f/11. Di katakan turun adalah jumlah cahaya yang masuk melalui diafragma kan lebih sedikit jadi oleh karena itu di katakan turun.
2. SHUTTER SPEED (Kecepatan penutup lensa)
Nah apa ini? Kalo tadi Aperture kan ngatur berapa banyak cahaya yang masuk kan? Nah kalo Shutter Speed ini ngatur berapa lama cahaya itu masuk ke film. Contohnya: shutter speed 2s (2 detik) tentunya cahaya yang masuk lebih lama ya kan? kalo shutter speed 1/1000s ( 1/1000 detik lho) ya jelas aja cahaya yang masuk cuman sekilat aja. Gampang kan?
Shutter speed 1 (semakin lambat shutter speed, cahaya yang di peroleh film akan semakin banyak)
Nah di contoh yang ini di ambil di air terjun curuk cilember alias curuk7 di daerah puncak, data dari foto tersebut adalah: 2s f/16.0 panjang fokal 50mm . tapi ini baru 2 detik harusnya 5 atau 10 detik sayangnya nggak bawa tripo.. kalo ga gitu kan ga bisa create kayak gini tuh liat airnya kayak kapas gitu halus, Ini di karenakan cahaya yang masuk lebih lama oleh karena itu cahaya yang terekan di film akan seolah-olah menghasilkan effect seperti water flowing (air yang mengalir)
Shutter speed 2 (semakin cepat shutter speed, cahaya yang di peroleh film akan semakin sedikit, lebih untuk ke FREEZE MOTION, yakni untuk membekukan gerakan)
Nah di contoh di atas, kali ini kelakuan teman-temanku yang pengen di foto sambil loncat. Oleh karena itu aku pilih fast shutter speed untuk membekukan gerakan temanku yang yang sok-sok’an bisa kungfu ini.
Urutan Shutter Speed dalam perbedaan ukuran satu stop adalah:
1/8 -> 1/15-> 1/30 ->1/60 ->1/125 ->1/250 ->1/500 ->1/1000 (dalam detik)
3. ISO, Speed of Film
Begini saja, anggap saja ISO ini adalah kunang-kunang yang bekerja di dalam camera teman-teman. Kalo di camera diset ke ISO 400 berarti temen-temen mempunyai 400 kunang-kunang yang bekerja, jika teman-teman set camera teman-teman ke ISO 100 berarti teman-teman cuman punya 100 kunang-kunang untuk bekerja di dalam kamera teman-teman.
Nah ukuran ISO dalam perbedaan satu stop adalah:
100 ->200 ->400-> 800 ->1600
ISO 800 adalah 3 kali lebih sensitif daripada ISO 100 (lebih sensitif terhadap cahaya 3 stop), tetapi hasil potonya mungkin agak grainy (seperti berpasir) Nah dalam hal ini lah yang harus menjadi pertimbangan teman-teman kapan harus kompensasi demikian.
nah itu tadi sedikit ulasan tentang teknik dasar fotografi yaitu exposure,bagi yang penasaran langsung ambil SLR nya dan langsung aja di praktekin ya,,untuk trik lain akan di bahas di lain kesempatan,,dan tetap disaluran yang sama jangan ganti chanel anda..selamaat mencoba..
Teknik dasar Fotografi: Dept of Field (DoF)
oke melanjutkan postingan sebelumnya tentang Teknik dasar Fotografi,pada postingan kali ini aku akan membahas tentang Dof (bukan merk sabun lho,hehe),,dan ini adalah istilah umum dalam fotografi yang sering banget kita dengar bukan.
Secara harafiah Depth of Field (DOF) berarti kedalaman ruang.atau bahasa mudahnya DOF: Ruang tajam
Di dunia fotografi, DOF secara teknis berarti rentang atau variasi jarak antara kamera dengan subjek foto untuk menghasilkan variasi ketajaman (fokus) gambar yang masih dapat diterima (tidak blur). Dengan kata lain, DOF digunakan untuk menunjukkan ruangan tertentu di dalam foto yang mendapatkan perhatian khusus oleh mata karena adanya perbedaan ketajaman (fokus)
Secara umum, Depth Of Field dipengaruhi oleh 3 hal yaitu :
Jarak fokus utama dari kamera
• Lebar ruang tajam berbanding lurus dengan kuadrat jarak objek. Jika kita mengubah jarak antara kamera dengan objek sebesar 3x (lebih jauh – dengan menggeser kamera mundur dari posisi semula) maka lebar ruang tajam akan menjadi 9x lebar semula.
Bukaan diafragma
• Lebar ruang tajam berbanding lurus dengan diafragma. Contoh: jika diafragma dinaikkan 2 stop dari f/8 ke f/16, maka lebar ruang tajam akan menjadi 2x lebar semula.
“atau bahasa mudahnya semakin besar angka f maka bukaan diafragma semakin sempit dan ruang tajam semakin lebar”
Panjang fokus lensa yang digunakan
• Lebar ruang tajam berbanding terbalik dari kuadrat panjang fokus. Dengan kata lain, lebar ruang tajam akan menjadi 4x lebar semula jika kita mengubah lensa dari 100mm ke 50mm (panjang fokus lensa setengah dari semula).
“atau bahasa mudahnya semakin panjang fokalnya maka ruang tajam semakin sempit,dan makin pendek fokal makan ruang tajam makin luas”
Semakin lebar sudut lensa maka semakin luas daerah ruang tajamnya. Ini artinya, ketika kamera di-zoom out, objek yang kita shoot akan semakin leluasa untuk bergerak maju ataupun mundur dalam jarak tertentu dari kamera dan masih terlihat tajam/fokus. Ruang tajam yang sempit dalam pengambilan gambar telephoto, disebut juga DoF sempit, sedangkan ruang tajam yang luas dalam pengambilan gambar wide disebut juga DoF luas.
Semakin membuka diafragma, semakin sempit daerah ruang tajamnya. Ini berarti, mengatur fokus dalam situasi pencahayaan yang kurang akan lebih problematis dikarenakan diafragma harus membuka lebar dan objek tidak akan leluasa untuk bergerak mendekat atau menjauh dari kamera karena akan keluar dari fokus (out of focus).
Informasi Foto:
kamera: Canon EOS 1000d
lensa-panjang fokal: 50mm
bukaan diafragma: f/2
shutter speed: 1/400s
ISO: 100
dengan panjang fokal (focal lenght) 50mm angka diafragma (f) kecil akan menghasilkan bukaan yang lebar dan ruang tajam yang sempit sehingga bagian depan dan belakang objek kaktus tersebut tidak tajam (blur)
Informasi Foto:
lensa-panjang fokal: 18mm
bukaan diafragma maksimal: f/3.5
shutter speed: 1/640s
ISO: 200
dengan panjang fokal 18mm angka diafragma (f) lebih besar dari objek sebelumnya menghasilkan bukaan yang lebih sempit dan ruang tajam yang lebih lebar sehingga seluruh sepeda dari depan hingga belakang terlihat jelas (fokus)
jadi dapat disimpulkan disini bahwa
“semakin besar bukaan diafragma dan semakin panjang Focal lenght maka ruang tajam semakin sempit seperti gambar pertama, sedangkan semakin kecil bukaan diafragma dan semakin pendek Focal lenght maka ruang tajam semakin lebar seperti gambar kedua”
Kombinasi antara telephoto (zoom in all the way) dan diafragma yang membuka lebar, akan mengakibatkan ruang tajam yang sempit. Satu contoh, saat pengambilan gambar telephoto (tight shot) seorang penyanyi yang melakukan konser pada malam hari dengan pencahayaan yang minim, kita harus berhati-hati dalam mengatur fokus, karena sedikit saja penyanyi tersebut bergerak mendekat atau menjauh dari kamera, maka dia akan mudah untuk keluar dari fokus.

komponen eksposure dalam fotografi

Teknik Dasar Fotografi bagi temen-temen semua yang udah lama berkecimpung dengan dunia fotografi nggak bakal asing dengan istilah Arperture, Shutter speed, ISO, Exposure, dan istilah-istilah lain. kadang juga sering denger fotogtafer yang bilang “Kok kayaknya exposurenya terlalu gelap yah?” Apa gak terlalu OE (Over exposed) tuh poto? Lha dalah.. exposure saya harusnya gimana to?
Jangan khawatir dan bingung dengan intilah-istilah aneh di atas friend. aku bakal membagi secuil ilmu yang aku pernah dapet tentang fotografi. tapi bukan berarti aku udah jago fotografi ya,,aku juga seorang Newbie kok yang bakal terus belajar,,dan aku membagi artikel ini juga berdasar pada artikel-artikel yang udah banyak di share di dunia maya kok.
dan satu hal yang pertama dan utama untuk belajar FOTOGRAFI adalah menegtahui teknik dasarnya yaitu… EXPOSURE…dan moga-moga temen-teman yang baca artikel ini, amal ibadahnya diterima di sisinya,,eh salah maksudnya teman-teman akan mendapatkan sesuatu yang baru dan dapat di langsung dicoba di teknik fotografi.
Setelah membaca artikel ini insyaAllah teman-teman semua gak benar-benar awam lagi dengan yang namanya: Aperture, Shutter Speed dan ISO, istilah-istilah seperti Aperture Priority, Shutter Priority, Manual Aperture and Shutter dan kapan paling efektif untuk memakainya. tau apa itu Panning teknik dan bagaimana sih biar bisa panning?,.lalu apa itu Depth of Field, Mengerti tentang Shutter Speed tentang pembekuan gerakan (Freezing), menghasilkan efek arus (flowing effect)
oke deh langsung aja…tapi sebelumnya kamera DSLR (maap buat yang camdig mungkin lain kali aku share teknik tentang camdig) silahkan di setting pada posisi Manual, karena percuma dong punya DSLR pake full auto mending ganti camdig aja om,hehe…:p
Kamera yang aku pakai adalah DSLR Canon EOS 1000d tapi secara garis besar basic dari setiap DSLR itu sama kok dan bisa di implementasikan di fotografi secara general (dan bagi yang bebeda “agama” monggo menyesuaikan).
TAKE A NICE EXPOSURE
Kalau teman-teman bertanya “Seharusnya exposure saya gimana sih?” yah gampang sih jawabnya, “Exposure teman-teman harus bener!” ya kan? bener itu gimana ya sesuai kebutuhan,,tetapi pada umunya yang diharapkan Exposure itu seimbang bukan Over atau Under. Nah, exposure itu bisa di golongkan kepada 3 hal yang saling erat hubungannya, mereka adalah:
1. Aperture = bukaan diafragma lensa biasanya dalam ukuran f/2.8, f/5.6 dan seterusnya
2. Shutter Speed = bukaan berapa lama film menerima cahaya sewaktu diafragma di buka; dalam ukuran 2s, 1/250s ,1/500s, dan seterusnya (s = seconds, detik)
3. ISO, Speed of the film = internasional stteman-temanrd untuk sensitifnya film. contoh: ISO 400 lebih sensitif daripada ISO 200, ISO 200 lebih sensitif daripada ISO 100, dan seterusnya.
di dalam seting kamera (pada bagian atas body ada lingkaran yang bisa diputer-puter) ada istilah Manual (M), Aperture Priority/Arperture Value (pada nikon: A canon: AV), Shutter Priority (nikon: S canon: TV), Automatic? kan lebih asik automatic dong?
“Ok, bukannya kalau kamera di set P (Automatic atau Program Mode) terus kan tinggal jepret aja om kan semuanya sudah di atur otomatis, nah terus ngapain harus ngerti 3 bahasa aneh di atas coba?”. Nah kalo temen-temen sudah puas sama P (Automatic atau Program Mode) exposure setting camera kalian, ya ngapain teman-teman beli DSLR dan baca baca artikel ini?
kenapa sih kita harus ngerti 3 istilah diatas karena kalau kita menguasai dasar-dasarnya pasti kita bakalan lebih mendapatkan exposure yang lebih baik atau lebih banyak kesempatan teman-teman akan mendapatkan exposure yang sempurna. Bukankah lebih baik untuk mempelajari Manual to?
Nah sekarang coba liat di viewfinder (itu lho kotak kecil yang teman-teman lihat di camera untuk motret) di sana pasti ada semacem gini nih: +””’0”””’- ya kan? Nah jika teman-teman memutar control dial (itu lho yang kaya scroll mouse) di camera temen-temen, tanda panah akan bergeser sesuai dengan yang kalian hendaki, jika teman-teman mutar ke kanan, panahnya ke kanan, kalo ke kiri ya panahnya ke kiri. Biasanya kalau ke kiri valuenya semakin besar atao ke positif kalo ke kiri valuenya semakin kecil dan ke arah negatif.
Aperture priority (biasanya A atau Av)
Dalam mode AV ini, kalian memilih lens aperture (bukaan diafragma seperti pupil mata) secara manual, sedangkan secara otomatis kamera teman-teman akan menghitung berap shutter speed yang pas. Coba set camera teman-teman ke Aperture Priority, nah di Aperture priority, teman-teman ngatur Aperturenya secara manual, dan camera teman-teman akan mengatur Shutter Speed secara otomatis untuk memberikan exposure yang kamera teman-teman pikir “PERFECT”.
Umumnya Aperture Priority ini dipakai bila keadaan:
1. Cahaya sekeliling sangat minimal. Contoh: dalam event wedding atau dalam event pesta wisuda silahkan untuk setting kamera ke A pada bukaan yang besar (yang angkanya kecil), karena kamera kalian lah yang akan memilih shutter secepat mungkin untuk mendapatkan exposure yang sempurna dan dengan setting Aperture yang dihendaki.
2. jika temen-temen menginginkan maksimum depth-of-field (ruang tajam) dan objectnya tuh tidak bergerak jadi semua akan tampak jelas dan tidak ada blur. pilihlah Aperture sekecil mungkin untuk memaksimumkan Depth of Field (akan di bahas di bawah ini)
Shutter Priority (biasanya S)
Di dalam mode ini, teman-teman memilih shutter speed secara manual dan meter kamera teman-teman akan memilih aperture secara otomatis. Sama dengan Aperture Priority tetapi kali ini yang teman-teman prioritaskan, dalam kata lain yang teman-teman bisa ngatur itu yah shutter speednya, camera teman-teman akan mengatur Aperture secara automatis yang di pikir kamera teman-teman exposurenya “PERFECT”.
Karena hanya dengan Shutter Priority ini lah kita bisa:
a. FREEZE MOTION = pembekuan gerakan yang terekam di film, dan
b. IMPLYING MOTION = untuk menghasilkan flowing effect, yang bersifat memberikan efek gerakan
shutter maksimal dapat digunakan pada:
. Panning teknik. Panning adalah teknik perekaman object yang bergerak sehingga menghasilkan effect gerakan dan bisa terlihat jika object yang terfokus adalah object yang sedang moving atau bergerak. (akan dijelaskan lebih lanjut disini
ada 3 rahasia untuk mendapatkan hasil panning yang memuaskan:
Rahasia #1: Teman-teman harus PARALEL dengan object yang bergerak itu. Dari contoh di bawah ini, tahap awal siapkan kamera dan tunggu sampai mobilnya tuh persis di depan kalian, dan langsung pencet shutter dengan badan mengikuti arahnya mobilnya melaju setelah memencet shutternya.
Rahasia #2: Pilihlah Shutter Speed yang paling cocok untuk objek yang bergerak itu. Biasanya aku pakai Shutter 1/20 atau 1/30
Rahasia #3: Jangan pakai tripod. Pakailah badan teman-teman sebagai tumpuan yang mengayun dari kiri ke kanan atau sebaliknya searah dengan object yang akan di potret.
Manual Exposure (biasanya M)
Nah Manual Exposure ini lah yang memungkinkan kita mengatur sendiri panah2 tadi yang sudah aku jelaskan di atas untuk mendapatkan exposure yang KITA hendaki “PERFECT EXPOSURE” sekali lagi, bukan kamera kita yang mikir perfect tapi kita sendiri. Karena di Manual inilah kita bisa mengatur Aperture dan Shutter Speed secara manual.
“Nah terus apa hubungannya di antara tiga bahasa aneh dan jelek di atas itu, apa sih tadi Aperture, Shutter Speed dan ISO, huh?” Ok. Nih aku jelasin yah.
1. APERTURE (Diafragma)
Aperture adalah bukaan lensa untuk mengatur berapa banyak cahaya yang masuk. Ukuran aperture biasanya bisa di liat dengan f/ number. Semakin besar nomer f/ nya semakin kecil bukaan lensanya. Dengan kata lain, semakin kecil nomer f/ nya, semakin GEDE bukaan lensanya. CONTOH: f/2.8 bukaannya lensanya tuh lebih besar daripada f/11. Aperture ini lah yang biasanya orang orang di kritik fotografer.net pada bilang “Wahhhh bagus bener DOFnya, bagus bener pemteman-temanngannya!” Nah sekarang ngerti kan kalo Aperture ini adalah sang komandan yang bertanggung jawab atas wilayah ketajaman di dalam satu foto. DOF, kepanjangan dari Depth-of-Field, yaitu wilayah di sekeliling subject yang di rekam oleh camera yang layak tampil tajam di hasil potonya.
Ukuran Aperture dalam perbedaan ukuran satu stop adalah:
f/2 -> f/2.8 -> f/4 -> f/5.8 -> f/8 -> f/11 -> f/16 -> f/22
Dari f/2 sampe ke f/2.8 di katakan Aperturenya turun 1 stop dalam kata laen -1. Dari f/4 turun 3 stop ke f/11. Di katakan turun adalah jumlah cahaya yang masuk melalui diafragma kan lebih sedikit jadi oleh karena itu di katakan turun.
2. SHUTTER SPEED (Kecepatan penutup lensa)
Nah apa ini? Kalo tadi Aperture kan ngatur berapa banyak cahaya yang masuk kan? Nah kalo Shutter Speed ini ngatur berapa lama cahaya itu masuk ke film. Contohnya: shutter speed 2s (2 detik) tentunya cahaya yang masuk lebih lama ya kan? kalo shutter speed 1/1000s ( 1/1000 detik lho) ya jelas aja cahaya yang masuk cuman sekilat aja. Gampang kan?
Shutter speed 1 (semakin lambat shutter speed, cahaya yang di peroleh film akan semakin banyak)
Nah di contoh yang ini di ambil di air terjun curuk cilember alias curuk7 di daerah puncak, data dari foto tersebut adalah: 2s f/16.0 panjang fokal 50mm . tapi ini baru 2 detik harusnya 5 atau 10 detik sayangnya nggak bawa tripo.. kalo ga gitu kan ga bisa create kayak gini tuh liat airnya kayak kapas gitu halus, Ini di karenakan cahaya yang masuk lebih lama oleh karena itu cahaya yang terekan di film akan seolah-olah menghasilkan effect seperti water flowing (air yang mengalir)
Shutter speed 2 (semakin cepat shutter speed, cahaya yang di peroleh film akan semakin sedikit, lebih untuk ke FREEZE MOTION, yakni untuk membekukan gerakan)
Nah di contoh di atas, kali ini kelakuan teman-temanku yang pengen di foto sambil loncat. Oleh karena itu aku pilih fast shutter speed untuk membekukan gerakan temanku yang yang sok-sok’an bisa kungfu ini.
Urutan Shutter Speed dalam perbedaan ukuran satu stop adalah:
1/8 -> 1/15-> 1/30 ->1/60 ->1/125 ->1/250 ->1/500 ->1/1000 (dalam detik)
3. ISO, Speed of Film
Begini saja, anggap saja ISO ini adalah kunang-kunang yang bekerja di dalam camera teman-teman. Kalo di camera diset ke ISO 400 berarti temen-temen mempunyai 400 kunang-kunang yang bekerja, jika teman-teman set camera teman-teman ke ISO 100 berarti teman-teman cuman punya 100 kunang-kunang untuk bekerja di dalam kamera teman-teman.
Nah ukuran ISO dalam perbedaan satu stop adalah:
100 ->200 ->400-> 800 ->1600
ISO 800 adalah 3 kali lebih sensitif daripada ISO 100 (lebih sensitif terhadap cahaya 3 stop), tetapi hasil potonya mungkin agak grainy (seperti berpasir) Nah dalam hal ini lah yang harus menjadi pertimbangan teman-teman kapan harus kompensasi demikian.
nah itu tadi sedikit ulasan tentang teknik dasar fotografi yaitu exposure,bagi yang penasaran langsung ambil SLR nya dan langsung aja di praktekin ya,,untuk trik lain akan di bahas di lain kesempatan,,dan tetap disaluran yang sama jangan ganti chanel anda..selamaat mencoba..
Teknik dasar Fotografi: Dept of Field (DoF)
oke melanjutkan postingan sebelumnya tentang Teknik dasar Fotografi,pada postingan kali ini aku akan membahas tentang Dof (bukan merk sabun lho,hehe),,dan ini adalah istilah umum dalam fotografi yang sering banget kita dengar bukan.
Secara harafiah Depth of Field (DOF) berarti kedalaman ruang.atau bahasa mudahnya DOF: Ruang tajam
Di dunia fotografi, DOF secara teknis berarti rentang atau variasi jarak antara kamera dengan subjek foto untuk menghasilkan variasi ketajaman (fokus) gambar yang masih dapat diterima (tidak blur). Dengan kata lain, DOF digunakan untuk menunjukkan ruangan tertentu di dalam foto yang mendapatkan perhatian khusus oleh mata karena adanya perbedaan ketajaman (fokus)
Secara umum, Depth Of Field dipengaruhi oleh 3 hal yaitu :
Jarak fokus utama dari kamera
• Lebar ruang tajam berbanding lurus dengan kuadrat jarak objek. Jika kita mengubah jarak antara kamera dengan objek sebesar 3x (lebih jauh – dengan menggeser kamera mundur dari posisi semula) maka lebar ruang tajam akan menjadi 9x lebar semula.
Bukaan diafragma
• Lebar ruang tajam berbanding lurus dengan diafragma. Contoh: jika diafragma dinaikkan 2 stop dari f/8 ke f/16, maka lebar ruang tajam akan menjadi 2x lebar semula.
“atau bahasa mudahnya semakin besar angka f maka bukaan diafragma semakin sempit dan ruang tajam semakin lebar”
Panjang fokus lensa yang digunakan
• Lebar ruang tajam berbanding terbalik dari kuadrat panjang fokus. Dengan kata lain, lebar ruang tajam akan menjadi 4x lebar semula jika kita mengubah lensa dari 100mm ke 50mm (panjang fokus lensa setengah dari semula).
“atau bahasa mudahnya semakin panjang fokalnya maka ruang tajam semakin sempit,dan makin pendek fokal makan ruang tajam makin luas”
Semakin lebar sudut lensa maka semakin luas daerah ruang tajamnya. Ini artinya, ketika kamera di-zoom out, objek yang kita shoot akan semakin leluasa untuk bergerak maju ataupun mundur dalam jarak tertentu dari kamera dan masih terlihat tajam/fokus. Ruang tajam yang sempit dalam pengambilan gambar telephoto, disebut juga DoF sempit, sedangkan ruang tajam yang luas dalam pengambilan gambar wide disebut juga DoF luas.
Semakin membuka diafragma, semakin sempit daerah ruang tajamnya. Ini berarti, mengatur fokus dalam situasi pencahayaan yang kurang akan lebih problematis dikarenakan diafragma harus membuka lebar dan objek tidak akan leluasa untuk bergerak mendekat atau menjauh dari kamera karena akan keluar dari fokus (out of focus).
Informasi Foto:
kamera: Canon EOS 1000d
lensa-panjang fokal: 50mm
bukaan diafragma: f/2
shutter speed: 1/400s
ISO: 100
dengan panjang fokal (focal lenght) 50mm angka diafragma (f) kecil akan menghasilkan bukaan yang lebar dan ruang tajam yang sempit sehingga bagian depan dan belakang objek kaktus tersebut tidak tajam (blur)
Informasi Foto:
lensa-panjang fokal: 18mm
bukaan diafragma maksimal: f/3.5
shutter speed: 1/640s
ISO: 200
dengan panjang fokal 18mm angka diafragma (f) lebih besar dari objek sebelumnya menghasilkan bukaan yang lebih sempit dan ruang tajam yang lebih lebar sehingga seluruh sepeda dari depan hingga belakang terlihat jelas (fokus)
jadi dapat disimpulkan disini bahwa
“semakin besar bukaan diafragma dan semakin panjang Focal lenght maka ruang tajam semakin sempit seperti gambar pertama, sedangkan semakin kecil bukaan diafragma dan semakin pendek Focal lenght maka ruang tajam semakin lebar seperti gambar kedua”
Kombinasi antara telephoto (zoom in all the way) dan diafragma yang membuka lebar, akan mengakibatkan ruang tajam yang sempit. Satu contoh, saat pengambilan gambar telephoto (tight shot) seorang penyanyi yang melakukan konser pada malam hari dengan pencahayaan yang minim, kita harus berhati-hati dalam mengatur fokus, karena sedikit saja penyanyi tersebut bergerak mendekat atau menjauh dari kamera, maka dia akan mudah untuk keluar dari fokus.